Skip to main content

PENGARUH RESHUFFLE KABINET TERHADAP SOSIAL MASYARAKAT

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kekuasaan merupakan masalah sentral di dalam suatu negara, karena negara merupakan pelembagaan masyarakat politik (polity) paling besar dan memiliki kekuasaan yang otoritatif. Dan kekuasaan selalu melekat pada negara (Agustino 2007). Indonesia sebagai negara yang berbentuk republik dan presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala peme- rintahan, maka secara langsung presiden memiliki kekuasaan-kekuasaan tertentu yang me- lekat pada negara. Kewenangan merupakan kekuasaan yang memiliki keabsahan (legitimate power), sedangkan kekuasaan tidak selalu memiliki keabsahan. Setiap orang yang mempunyai hak memerintah selalu menunjukkan sumber haknya. Salah satunya hak memerintah berasal dari peraturan perundang-undangan yang berlaku (Surbakti 1992). Hal yang demikianlah yang melekat pada seorang presiden. Pada sistem kabinet presidensial fungsi seorang presiden mencakup bidang yang luas. Di antaranya, sebagai kepala eksekutif ia memimpin kabinet dan birokrasi dalam melaksa nakan kebijakan umum (Surbakti 1992). Dalam sistem pemerintahan Indonesia pun demikian adanya, bahwa pengangkatan dan atau pemberhentian seorang menteri dalam susunan kabinet merupakan hak prerogatif Presiden, sesuai dengan pasal 17 ayat 2 UUD’45. Namun sekarang ini, perombakan kabinet atau yang biasa disebut dengan reshuffle menjadi perbincangan dan ajang diskusi politik yang menarik untuk dikaji. Bahkan reshuffle menjadi peristiwa yang luar biasa, padahal secara konstitusi hal tersebut meruapakn hal yang biasa saja dan sangat wajar. Bahkan semenjak SBY menjabat Presiden, kabinet menjadi pasar antara SBY sebagai penjual dan pembeli-pembelinya yang pandai menawar yaitu partai-partai politik, sedangkan barang dagannya adalah politisi-politisi calon menteri. Dan di zaman pemerintahan Presiden Jokowi pun tidak kalah menarik untuk dibahas tentang resuffle kabinet. Bagaimana tidak, dalam masa kurang dari setahun, pemerintahan Jokowi telah melakukan satu kali resuffle yang mana resuffle kabinet era Jokowi ini menjadi resuffle kabinet tercepat yang pernah terjadi dalam sejarah Indonesia dan sekarang terdengar lagi kabar kalau Presiden Jokowi akan melakukaan resuffle kabinet jilid 2. Sehingga dalam makalah ini saya akan membahas beberapa masalah yang berkaitan dengan reshuffle atau perombakan kabinet yang terjadi di Indonesia, khususnya pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Kebinet Indonesia Bersatu II dan pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan Kabinet Kerja.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan dari apa yang dikemukakan sebelumnya dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.      Apa itu resuffle kabinet ?
2.      Apa yang menjadi landasan hukum dalam melakukan resuffle kabinet ?
3.      Sejak kapan reshuffle kabinet dilakukan di Indonesia?
4.      Siapa saja yang berpengaruh dalam kebijakan reshuffle kabinet kemarin?
5.      Apa dampak reshuffle kabinet bagi masyarakat?

C.     Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain:
1.      Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah sosiologi politik.
2.      Mengetahui landasan hukum yang menjadi acuan Presiden dalam melakukan reshuffle.
3.      Mengetahui tentang sejarah sejak kapan reshuffle kabinet di Indonesia mulai terjadi.
4.      Mengetahui komponen yang memberi pengaruh dalam reshuffle kabinet.
5.      Mengetahui dampak reshuffle kabinet bagi masyarakat atau rakyat.

D.    Kegunaan
Dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan di dalam bidang sosiologi politik dan bisa menjadi dasar referensi bagi mahasiswa sosiologi dan ilmu politik.
E.     Metode Penelitian
Dalam pembuatan makalah ini saya memakai metode penelitian yang bersifat kepustakaan (library research) yaitu dengan membaca peraturan-peraturan, buku-buku ilmiah, surat kabar, artikel online, berita dimedia massa dan lain-lain yang berhubungan dengan makalah ini.
F.      Lama Waktu
Adapun lamma waktu yang saya gunakan untuk merencanakan dan membuat makalah ini kurang dari dua minggu.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Landasan Hukum Reshuffle Kabinet
Reshuffle dalam kamus bahasa inggris mengandung arti mengubah. Reshuffle jika dilihat dari kata dasar adalah shuffle dan imbuhan re. Jika membaca kamus bahasa Inggris kata shuffle mengandung arti kocokan, biasanya dalam bahasa inggris kata yang berimbuhan "re" di artikan ualang/mengulang kembali seperti kata restart  yang berarti mulai dari awal lagi, dengan kata dasar start. Begitu pula kata reformation yang berarti menata ulang formasi, dengan kata dasar formation. Atau pun kata reactivate yang berarti menggiatkan kembali, dengan kata dasar activate. Begitu pula kata  shuffle yang berarti kocokan atau acak, jika ditambahi imbuhan "re" dapat berati mengacak/mengocok kembali. Dengan demikian kata  Reshuffle dapat diartikan adalah kegiatan merubah,mengganti, mengocok  atau memutar 
Apa yang dimaksud kabinet. Menurut id.wikipedia.org, Kabinet adalah suatu badan yang terdiri dari pejabat pemerintah pada level tinggi yang biasanya termasuk bidang eksekutif atau penyelenggara pemerintahan. Di dalam dunia politik dikenal tiga ranah pembagian kekuasaan, yakni legislatif, eksekutif, yudikatif. Legislatif adalah lembaga kenegaraan yang memiliki tugas untuk membuat undang-udang. Lembaga yang disebut sebagai lembaga legislator adalah DPR,Eksekutif adalah  penyelenggara pemerintahan yakni presiden, wakil presiden serta jajaran kabinet dalam pemerintahan. Sedangkan yudikatif adalah lembaga yang memiliki tugas untuk mengawal serta memantau jalannya perundang-udangan atau penegakan hukum di Indonesia, seperti MA (mahkamah agung), dan MK (mahkamah konstitusi).
Istilah Kabinet berasal dari bahasa Perancis, cabinet, yang muncul pada abad ke-17. Pada mulanya kabinet me­rupakan sekelompok orang, biasanya para ahli yang menjadi penasihat raja. Kabinet ini bertugas membantu pelaksanaan kebijaksanaan politik kerajaan atau jalannya pemerintahan. Tetapi setelah kerajaan (mo­narki) absolut berubah menjadi monarki kons­titusional, kedudukan dan tugas penasihat raja ini di­geser oleh sidang menteri yang bertanggung jawab kepada parlemen. Sidang menteri inilah yang kemu­dian disebut kabinet. Sementara itu, di Inggris, kabinet muncul sekitar akhir abad ke-17 dan awal abad ke-18.
Itulah sebabnya kabinet sering disebut juga dewan menteri. Jadi kabinet dapat diartikan seluruh menteri suatu negara yang dipimpin oleh perdana menteri/presiden. Dalam arti yang lebih luas, kabinet juga sering diartikan sebagai pemerin­tah.
Menurut id.wikipedia.org, Reshuffle Kabinet  atau cabinet Reshuffle adalah adalah suatu peristiwa di mana kepala pemerintahan memutar atau mengganti komposisi menteri dalam kabinetnya. Biasanya perombakan kabinet dilakukan dengan memindahkan seorang menteri dari satu posisi ke posisi yang lain.
Mengapa Reshuffle Kabinet merupakan prerogatif presiden?
Hak prerogatif  Presiden yaitu hak istimewa yang dimiliki oleh Presiden untuk melakukan sesuatu tanpa meminta persetujuan lembaga lain. Hal ini bertujuan agar fungsi dan peran pemerintahan direntang sedemikian luas sehingga dapat melakukan tindakan-tindakan yang dapat membangun kesejahteraan masyarakat.
Dalam amandemen UUD 1945 tersebut terdapat Pasal-Pasal tentang hak prerogatif Presiden, yaitu:
1.      Pasal 11 ayat (2) UUD 1945: Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang membuat akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan DPR.
2.      Pasal 13 ayat (2) UUD 1945:
(1)   Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR.
(2)   Presiden menerima duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
3.      Pasal 14 UUD 1945:
(1)   Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.
(2)   Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
4.      Pasal 15 UUD 1945: Presiden memberi gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang.
5.      Pasal 17 ayat (2) UUD 1945: Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
6.      Pasal 23F ayat (1) UUD 1945: Anggota badan pemeriksa keuangan dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh Presiden.
7.      Pasal 24A ayat (3) UUD 1945: Calon Hakim Agung diusulkan Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya dan selanjutnya ditetapkan sebagai Hakim Agung oleh Presiden.
8.      Pasal 24B ayat (3) UUD 1945: Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR.
9.      Pasal 24C ayat (3) UUD 1945: mahkamah konstitusi mempunyai sembilan anggota Hakim Konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang Mahkamah Agung, tiga orang oleh DPR dan tiga orang oleh Presiden.

Berdasakan pada pasal-pasal diatas, yang mutlak sebagai  hak prerogatif presiden adalah mengangkat dan memberhentikan menteri. Karena mengangkat dan memberhentikan menteri tidak perlu adanya persetujuan  maupun pertimbangan dari DPR maupun lembaga lain.
B.     Reshuffle Menjadi Tradisi
Pada tanggal 2 September 1945 kabinet presidentil (pertama) dilantik oleh Presiden Sukarno. Kabinet ini terdiri atas 12 orang menteri departemen dan ditambah oleh 5 orang menteri negara yang tidak mengepalai suatu departemen tertentu. Disamping itu, kabinet ini juga mempunyai 2 orang menteri muda. Dalam prakteknya formasi menteri ini mengalami perubahan walaupun pemerintahannya hanya dua bulan saja (Suprapto 1985). Perubahan itu terjadi pada Menteri Keamanan Rakyat yang dijabat oleh Supriyadi, digantikan oleh Sulyadi Kusumo (sementara). Dr. Samsi sebagai Menteri Keuangan, diganti oleh Mr. A. A. Maramis yang sebelumnya sebagai salah seorang Menteri Negara. Setelah memerintah 2 bulan 12 hari, kabinet ini jatuh karena perubahan sistem pemerintahan dari sistem kabinet presidentil menjadi kabinet parlementer (Suprapto 1985). Selanjutnya sesuai dengan ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1968 Jenderal Soeharto ditetapkan sebagai Presiden RI untuk masa jabatan 1968 – 1973, dan dilantik pada 27 Maret 1968. Menurut ketetapan MPRS tersebut, kabinet yang harus dibentuk adalah Kabinet Pembangunan. Setelah pemilu 1971, diadakanlah reshuffle Kabinet Pembangunan I yang mengganti beberapa menteri, antara lain Jend. Soeharto sebagai Menhankam/Pangab digantikan oleh Jend. M. Panggabean. KH. Ahmad Dahlan diganti oleh Prof. Mukti Ali sebagai Menteri Agama. Dr. A.M. Tambunan diganti oleh H.M.S Mintareja sebagai Menteri Sosial. Dan Harsono Cokroaminoto diganti oleh Prof. Sunawar Sukowati sebagai Menteri Negara Pem- bersihan Aparatur Negara (Suprapto 1985). Setelah runtuhnya Orde Baru tahun1998 dan dimulainya Reformasi dengan presiden pengganti Soeharto yaitu Prof. B.J. Habibie, maka Kabinet Pembangunan VII demisioner dan diganti oleh Kabinet Reformasi Pembangunan, selanjutnya Abdurrahman Wahid dengan Kabinet Persatuan Nasional, Megawati Soekarnoputri dengan Kabinet Gotong Royong, Susilo Bambang Yudhoyono dengan Kabinet Indonesia Bersatu sampai Joko widodo dengan Kabinet Kerja. Semua presiden pasca-orde baru pernah melakukan reshuffle kabinetnya.
Sementara semasa menjabat sebagai presiden sejak 2004, baik bersama Jusuf Kalla maupun Boediono, SBY pernah beberapa kali melakukan pergantian menterinya. Beberapa menteri yang diganti kala itu diantaranya Patrialis Akbar diganti Amir Sjamsuddin sebagai Menteri Hukum dan HAM. Darwin Saleh diganti Jero Wacik sebagai Menteri Energi dan SDM. Marie Elka Pangestu diganti Gita Wirjawan sebagai Menteri Perdagangan. Freddy Numberi diganti E.E. Mangindaan sebagai Menteri Perhubungan. Fadel Muhammad diganti Tjitjip Sutarjo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Jero Wacik diganti Marie E.Pangestu sebagai Menteri Pariwisata, dan beberapa menteri lainnya ditambah dengan beberapa posisi wakil menteri baru, seperti Denny Indrayana menjadi Wakil Menteri Hukum dan HAM (Kompas 2011).
Sedangkan di era pemerintahan Jokowi yang baru berjalan dua tahun ini, jokowi telah melakukan satu kali perombakan atau reshuffle kabinet. Reshuffle Kabinet pertama di era kepemimpinan Presiden Jokowi yang dilantik itu adalah Luhut Binsar Pandjaitan yang dilantik sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. Luhut akan merangkap jabatan sebagai Kepala Staf Kepresidenan, yang ia jabat sebelumnya.  Ekonom Rizal Ramli dilantik sebagai Menteri Koordinator Kemaritiman. Rizal menggantikan posisi Indroyono Soesilo. Sedangkan Thomas Trikasih Lembong dilantik sebagai Menteri Perdagangan menggantikan Rachmat Gobel. Sementara Sofjan Djalil, yang sebelumnya menjabat Menko Perekonomian, dilantik sebagai Kepala Bappenas menggantikan Andrinof Chaniago. Adapun mantan Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution dilantik sebagai Menko Perekonomian. Kemudian, Pramono Anung, politisi PDI-P, dilantik menjadi Sekretaris Kabinet. Pramono menggantikan posisi Andi Widjajanto. Penggantian tersebut melalui Keputusan Presiden nomor 79/P/2015 tentang penggantian beberapa menteri negara kabinet kerja 2014-2019. Dan baru-baru ini Presiden Jokowi kembali mengisyaratkan bahwa ia akan melakukan reshuffle kabinet jilid dua pada  pemerintahannya, yang dikabarkaan tinggal menunggu hari.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa perombakan kabinet atau reshuffle di Indonesia sesungguhnya telah menjadi kebiasaan dan tradisi secara turun temurun dalam sejarah kepresidenan Indonesia.
C.     Elemen Yang Berpengaruh Dalam Kebijakan Reshuffle
Keputusan politik merupakan keputusan yang mengikat, menyangkut, atau memengaruhi masyarakat umum. Pada dasarnya isi kebijakan dibedakan menjadi tiga, yaitu kebijakan ekstraktif, redistributif, dan distributif. Kebijakan distributif ditandai dengan paksaan secara tidak langsung (kemungkinan pengenaan paksaan fisik sangat jauh), tetapi kebijakan itu diterapkan secara langsung terhadap individu (Surbakti 1992). Layaknya kebijakan-kebijakan politik lainnya apalagi menjadi kebijakan pasar seperti reshuffle saat ini, tentu terdapat sebagian orang dan atau kelompok yang berpengaruh dan memengaruhi Presiden. Setidak-tidaknya ada tiga elemen yang paling berpengaruh dalam proses reshuffle, yaitu partai politik, media massa, dan kelompok kepentingan.
a.       Partai Politik
 Fungsi utama partai politik yaitu mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu. Tiga kegiatan parpol dalam sistem politik untuk melaksanakn fungsi tersebut, yaitu seleksi calon-calon, kampanye, dan melaksanakan fungsi pemerintahan (Surbakti 1992). Penjelasan di atas memang sesuai dengan kondisi saat ini terkhusus saat proses pembuatan keputusan reshuffle yang dilakukan oleh presiden beberapa waktu yang lalu. Terlihat betapa besarnya pengaruh yang dimainkan oleh parpol-parpol terutama parpol-parpol yang tergabung dalam Sekretariat Bersama (Sekber) Koalisi Indonesia Hebat. Sedangkan menurut Haryanto (1982), partai politik memiliki beberapa fungsi yaitu, 1) sarana komunikasi politik, 2) sarana artikulasi dan agregasi kepentingan, 3) sarana sosialisasi politik, 4) sarana rekrutmen politik, 5) sarana pembuatan kebijaksanaan, dan 6) sarana pengatur konflik.
Saat perombakan kabinet beberapa waktu lalu pengaruh parpol dalam kebijakan tersebut sangat jelas terlihat. Parpol-parpol tersebut menggunakan berbagai macam cara dalam memengaruhi kebijakan presiden tersebut, ada yang dengan cara mengancam, dan ada pula yang dengan cara-cara diplomatis. Semuanya dilakukan parpol untuk mempertahankan kekuasaananya dalam pemerintahan. Sudah menjadi fakta politik bahwa kebijakan penempatan menteri dari parpol lebih besar dipengaruhi oleh unsur transaksi politik (Susan 2011). Partai politik terutama partai pemerintah dalam hal reshuffle juga sebagai agen sosialisasi politik dan melaksanakan fungsi indoktrinasi politik. Yaitu proses sepihak ketika penguasa memobilisasi dan memanipulasi warga masyarakat untuk menerima nilai, norma, dan simbol yang dianggap pihak yang berkuasa sebagai ideal dan baik (Surbakti 1992). Ini menunjukkan bahwa parpol juga menjalankan fungsi partisipasi politiknya, yaitu sikap yang mengajukan kritik, tuntutan dan koreksi, serta mengajukan alternatif pemimpin. Sehingga dapat dikatakan bahwa pihak yang paling berpengaruh dalam memengaruhi presiden untuk mengambil kebijakan reshuffle kabinet yaitu partai politik. Dan banyak orang menyebut sekarang ini merupakan reshuffle dan kabinet kompromistis.
b.      Media Massa
Dalam kaitannya dengan proses pengambilan kebijakan reshuffle oleh presiden beberapa waktu lalu, peran media massa tidak dapat diremehkan. Secara langsung ataupun tidak langsung, pemberitaan-pemberitaan di media mengenai perombakan kabinet pasti memiliki efek bagi Presiden. Presiden akan terus memantau dan mengamati situasi dan aspirasi dari masyarakat melalui pemberitaan-pemberitaan media, yang sedikit banyak akan menjadi bahan pertimbangannya. Melalui media massa, masyarakat dapat memperoleh informasi-informasi politik. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di panggung politik dapat dengan cepat diketahui oleh masyarakat melalui media massa. Demikian pula, baik secara langsung maupun tidak langsung, media massa merupakan sarana yang kuat untuk membentuk sikap-sikap dan keyakinan-keyakinan politik (Haryanto 1982). Sehingga media massa menjalankan pula fungsi sosialisasi politik ke masyarakat. Lihat saja hari-hari menjelang reshuffle dilakukan, setiap hari media-media elektronik dan cetak makin gencar memberitakan masalah tersebut. Hampir setiap hari stasiun-stasiun televisi dalam program acara diskusi atau talkshownya membahas masalah reshuffle, dengan mengundang tokoh-tokoh dari kalangan parpol, LSM maupun tokoh-tokoh nasional lainnya. Yang dapat mempengaruhi dan membentuk opini publik. Begitu pula dengan kolom-kolom di koran-koran banyak kolumnis yang menulis mengenai reshuffle sampai beberapa waktu pasca reshuffle, kebijakan tersebut masih terus diulas. Setidaknya diskusi-diskusi yang dilakukan stasiun televisi atau kolom-kolom di surat kabar, yang melibatkan warga negara di dalamnya untuk menyampaikan pendapat mereka mengenai isu reshuffle, merupakan bentuk lain dari partisipasi politik. Dan secara tidak langsung dapat mempengaruhi hidupnya atau mungkin dapat pula memengaruhi Presiden.
c.       Civil Society
Civil society atau masyarakat sipil disini lebih diasosiasikan dengan organisasi atau kelompok kepentingan. Kelompok kepentingan (interest group) berbeda dengan partai politik dan kelompok penekan (pressure group). Kelompok kepentingan sesuai dengan namanya memusatkan perhatian pada bagaimana mengartikulasikan kepentingan tertentu kepada pe- merintah sehingga pemerintah menyusun kebijakan yang menampung kepentingan kelompok (Surbakti 1992). Sementara menurut Haryanto (1982), kelompok kepentingan merupakan suatu organisasi yang terdiri dari sekelompok individu yang mempunyai kepentingan-kepentingan, tujuan-tujuan, keinginan-keinginan yang sama; dan mereka melakukan kerja sama untuk memengaruhi kebijaksanaan pemerintah demi tercapainya kepentingan-kepentingan, tujuan-tujuan, dan keinginan-keinginan tadi.
Civil society dapat dikatakan cukup berpengaruh dalam isu reshuffle, walaupun sering kali suara mereka tidak didengar oleh penguasa. Mereka menjadi cukup berpengaruh sebab mereka merupakan lembaga independen (non government organization-NGO) yang tidak memiliki tujuan politik, mereka merupakan lembaga swadaya (self supporting) yang memiliki basis massa yang cukup besar, serta sebagian besar mendapat dukungan yang kuat dari masyarakat banyak. Sehingga biasanya mereka menjalankan fungsi yang lebih pada partisipasi politik. Ambil contoh Indonesia Corruption Watch (ICW), ICW merupakan salah satu NGO terbesar dan terkemuka di Indonesia saat ini yang konsen pada isu-isu dan pemberatasan korupsi. Saat proses reshuffle masih digodok oleh presiden lalu, ICW sangat keras bersuara untuk meminta dan menuntut presiden supaya mengganti menteri-menteri yang mereka anggap tidak bersih dan tidak pantas dipertahankan lagi karena terkait beberapa skandal terutama skandal korupsi. Walaupun memang pada akhirnya mereka kecewa berat terhadap presiden karena ternyata suara mereka kurang didengar oleh presiden. Tetapi setidaknya ICW mampu membentuk opini di masyarakat saat itu, di mana sebagian besar masyarakat bersuara sama dan bulat dengan ICW dalam hal pergantian menteri. Yang tentu itu sedikit banyak dapat memengaruhi orang-orang di lingkaran kekuasaan atau bahkan presiden sendiri. Selain ICW masih ada beberapa civil society yang cukup keras dalam bersuara kemarin yaitu seperti IPW, Fitra, WWF-Indonesia, dan beberapa lainnya.

D.    Dampak Reshuffle Bagi Masyarakat
Reshuffle kabinet yang dilakukan presiden beberapa waktu lalu, sadar atau tidak, secara langsung atau tidak, sedikit atau banyak tentu sangat berpengaruh dalam kehidupan dan bagi masyarakat. Terutama terhadap kondisi sosio kultural masyarakat Indonesia. Walaupun telah disebutkan di atas bahwa reshuffle bukanlah sesuatu yang baru dan bahkan telah menjadi tradisi dalam sejarah pemerintahan Indonesia. Tetapi dampaknya dalam kehidupan sosio kultural masyarakat baru dapat dirasakan di masa sekarang ini. Diantara penyebabnya yaitu Indonesia yang telah berada di era demokrasi, dan ditambah dengan berkembangnya teknologi informasi yang membuat banyak masyarakat semakin melek politik.
Setidaknya secara sosio kultural reshuffle telah membawa dua dampak umum bagi masyarakat, yaitu dampak positif dan negatif. Dampak positifnya tidak dapat dilepas dari situasi demokrasi yang berlaku sekarang ini, masyarakat dapat menyampaikan lebih bebas pendapatnya masing-masing tentang isu-isu dan kebijakan politik melalui berbagai saluran dan diantaranya yaitu partai politik, media massa dan civil society. Dengan adanya kebijakan reshuffle masyarakat akan semakin sering bersuara, lebih kritis, peka dan sensitif, dan lebih berimbang dalam mengahadapi isu-isu politik yang berkaitan dengan reshuffle. Masyarakat akan lebih dibiasakan dengan hal-hal yang demikian. Masyarakat sekarang makin tertarik untuk mempelajari dan mengamati dinamika politik yang akan menambah warna demokrasi dan kehidupan sosial masyarakat.
Namun dampak negatif yang patut dikhawatirkan dari isu reshuffle ini yaitu seringnya penguasa tidak mendengar suara dan aspirasi dari masyarakat luas atau orang-orang di luar lingkar kekuasaan, walaupun pergantian menteri merupakan hak prerogatif presiden tapi toh presiden sendiri tidak menggunakan sepenuhnya hak tunggal tersebut. Jika sikap tersebut terus ditunjukkan oleh presiden di masa-masa selanjutnya, maka besar kemungkinan akan muncul titik jenuh dari seluruh elemen yang ada dalam masyarakat dalam menanggapi hal reshuffle. Titik jenuh itu dapat membahayakan kehidupan sosial dan politik masyarakat. Akan menjadi berbahaya jika suatu saat masyarakat mencapai titik capek, malas, lelah, dan muak terhadap sikap presiden yang demikian, yaitu sikap acuh yang tak mau mendegar aspirasi rakyat. Sehingga rakyat menganggap percuma dan hanya membuang tenaga, waktu, dan pikiran saja jika membahas reshuffle. Karena ujung-ujungnya pasti presiden tidak akan mendengarnya sama sekali. Jika hal seperti ini terjadi di masa-masa berikutnya, maka kemungkinan besar akan hadir sistem pemerintahan yang tidak sehat. Yaitu pemerintah yang tidak aspiratif, yang cenderung menjadi negara otoritarian. Dimana masyarakatnya menjadi tidak tertarik lagi untuk mengamati dan mengikuti dinamika politik yang terjadi. Masyarakat juga menjadi pasif atau bahkan tidak aktif sama sekali dalam mengikuti dan mengawasi jalannya pemerintahan



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa hal di bawah ini:
-          Reshuffle sebagai suatu kebijakan politik yang menjadi hak prerogatif presiden, dan terintegrasi di dalam sistem pemerintahan. Telah menjadi suatu tradisi dalam sistem politik dan pemerintahan di Indonesia.
-          Layaknya kebijakan-kebijakan lain, kebijakan reshuffle yang bersifat kompromistis seperti sekarang ini tentu terdapat unsur-unsur lain yang dapat memengaruhi presiden. Dan tiga unsur terkuat yaitu partai politik, media massa, dan civil society.
-          Partai politik memiliki pengaruh yang sangat besar dari tiga di atas, sebab partai poli- tik memiliki akses dan berada di dalam lingkaran pemerintahan, terutama partai politik yang tergabung dalam Sekretariat Bersama (Sekber) Koalisi Indonesia hebat.
-          Media massa lebih berfungsi sebagai agen sosialisasi politik daripada sebagai partisipan-partisipan politik yang dianggap berpengaruh seperti politisi, pengamat politik, dan tokoh-tokoh lainnya.
-          Sementara civil society lebih menjalankan fungsi partisipasi politik daripada sosiali- sasi politik yang sedikit banyak berpengaruh walaupun suaranya seringkali diabaikan. Namun menjadi kuat karena kebanyakan dari mereka mendapat dukungan yang kuat dari masyarakat.
-          Sebagai suatu kebijakan politik pula, reshuffle memiliki dampak tersendiri terhadap kondisi sosio kultural bagi masyarakat, baik dampak positif maupun negatif bagi masyarakat Indonesia.

B.     Saran
Dalam pelaksanaanya,  Reshuffle Kabinet sudah berulang kali terjadi di Indonesia. Namun Reshuffle Kabinet yang terjadi hanyalah pergantian orang, bukan pergantian mentalitas dan kebijakan. Tidak salah kalau banyak orang yang menganggap Reshuffle Kabinet hanya agenda “pengaturan ulang jatah kekuasaan”. 
Reshuffle Kabinet memang sangat dibutuhkan, tetapi terkandang reshuflle kabinet masih sangat jauh dari agenda dan kepentingan rakyat. Reshuffle Kabinet  seharusnya muncul dari kegagalan seorang menteri menjalankan pekerjaannya, bukan atas dasar perbedaan kepentingan di kalangan partai pendukung pemerintah. 
Reshuffle Kabinet sebagai salah satu arena pertempuran politik, seharusnya juga tak hanya mengganti menteri yang tak berkualitas menjadi berkualitas, tapi juga diletakkan dalam kerangka menjawab kebutuhan nasional, kebutuhan mewujudkan nawacita dan menyelesaikan berbagai permasalahan. Sehingga dapat mewujudkan wahana persatuan nasional untuk kemandirian dan kemakmuran bangsa.

Comments