Skip to main content

SOSIOLOGI KONFLIK DAN PERDAIAN STUDI KASUS “ Konflik Sengketa Lahan makam Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad di Tanjung Priok Jakarta Utara Antara Ahli Waris dengan PT Pelindo"

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari masyarakat dalam keseluruhannya dan hubungan-hubungan antara orang-perorangan sebagai individu dengan seorang lainnya, hubungan antara orang-perorangan dengan kelompok sosial, dan hubungan satu kelompok sosial dengan kelompok sosial lainnya dalam masyarakat. Akibat adanya hubungan-hubungan sosial tersebut, terjadilah fenomena-fenomena sosial dalam masyarakat. Fenomena sosial dalam masyarakat memiliki banyak ragam, namun yang akan diuraikan dalam tulisan ini hanya masalah sosial yang berkembang menjadi konflik sosial.
Konflik menjadi fenomena yang sering muncul karena konflik selalu menjadi bagian hidup manusia yang bersosial dan berpolitik serta menjadi pendorong dalam dinamika dan perubahan sosial politik (Kornblum, 2003: 294). Konflik memiliki dampak positif dan negatif, dampak positif dari koflik sosial adalah konflik tersebut memfasilitasi tercapainya rekonsiliasi atas berbagai kepentingan. Kebanyakan konflik tidak berakhir dengan kemenangan disalah satu pihak dan kekalahan dipihak lainnya.
Fenomena konflik sosial yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Seringkali bahkan setiap hari pemberitaan mengenai bentrokan antar warga, bentrok warga dengan perusahaan, bentrok warga dengan petugas keamanan, dan lain sebagainya. konflik yang terjadi diindonesia, ada juga yang dapat diselesaikan dengan baik hingga berdampak baik bagi kemajuan dan perubahan masyarakat, akan tetapi ada beberapa konflik justru berdampak negatif hingga mengakibatkan timbulnya kerusakan, menciptakan ketidakstabilan, ketidakharmonisan, dan ketidakamanan bahkan sampai mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Salah satu studi kasus yang kami ambil untuk membahas analisis konflik adalah tragedi Tanjung Priok 14 april 2010, yaitu bentrokan antara warga dan aparat satuan polisi pamong praja (satpol PP) yang menimbulkan korban jiwa dari kedua belah pihak dan mengakibatkan kerugian hingga milyaran rupiah.
Ketika ada sebuah konflik pasti dibutuhkan suatu upaya penyelesaian dan Dalam upaya menyelesaikan suatu konflik sosial diperlukan suatu identifikasi masalah untuk mencari dan memahami “duduk perkara” permasalahan yang sesungguhnya yang terjadi dalam masyarakat, sebab dengan memahami akar suatu permasalahan maka akan dengan mudah menangkap esensi permasalahan sebagai dasar pemicu konflik tersebut. Setelah akar permasalahan tersebut dipahami, maka upaya selanjutnya adalah mencarikan solusi untuk memecahkan masalahnya. Maka dari itu setelah pemaparan diatas dalam makalah ini kami akan membahas dan menganalisis penyebab dan upaya penyelesaian konflik serta dampak yang ditimbulkan oleh konflik bagi masyarakat.

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang kami ambil adalah :
1.      Apa penyebab terjadinya konflik di Tanjung Priok Jakarta Utara antara warga dengan SATPOL PP?
2.      Bagaimana penyelesaian konflik yang terjadi di Tanjung Priok Jakarta Utara?
3.      Apa dampak yang ditimbulkan akibat konflik di Tanjung Priok?

C.    TUJUAN
1.      Untuk mengetahui penyebab terjadinya konflik di Tanjung Priok Jakarta Utara antara warga dengan SATPOL PP.
2.      Untuk mengetahui penyelesaian konflik yang terjadi di Tanjung Priok Jakarta Utara.
3.      Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat konflik di Tanjung Priok berbagai pihak.



BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.    Pengertian Konflik
Menurut Eep Saeffullah Fatah (1994:46-47) “konflik adalah Suatu bentuk perbedaan atau pertentangan ide, pendapat, paham atau kepentingan diantara dua pihak atau lebih. Pertentangan ini dapat berbentuk non fisik, bisa juga berkembang menjadi benturan fisik, bisa berkadar tinggi dalam bentuk kekerasan (violent) ataupun berkadar rendah yang tidak menggunakan kekerasan (no-violent)”.
Menurut Soerjono Soekanto, (1992:86) “Konflik adalah pertentangan atau pertikaian suatu proses yang dilakukan orang atau kelompok manusia guna memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai ancaman dan kekerasan. Oleh karena itu konflik diidentikkan dengan tindakan kekerasan”.
Menurut Webster, (dalam Pruit dan Rubin, 2009:9) “istilah konfliki dalam bahasa latinnya berartisuatu perkelahian, peperangan atau perjuangan, yaitu berupa konfrontasi fisik antar beberapa pihak”.

B.     Penyebab Terjadinya Konflik
Menurut Soerjono Soekanto (2006: 91-92) Faktor penyebab atau akar-akar pertentangan atau konflik, antara lain:
1)      Perbedaan antara individu-individu
Perbedaan pendirian dan perasaan mungkin akan melahirkan bentrokan antara mereka, terutama perbedaan pendirian dan perasasaan diantara mereka.
2)      Perbedaan kebudayaan
Perbedaan kepribadian dari orang perorangan tergantung pula dari pola-pola kebudayaan yang menjadi  latar belakang pembentukan serta perkembangan kepribadian, yang sedikit banyak akan mempengaruhi kepribadian seseorang dalam kebudayaan tersebut.
3)      Perbedaan kepentingan
Perbedaan kepentingan antara individu maupun kelompok merupakan sumber lain dari pertentangan baik kepentingan ekonomi, politik, dan sebagainya.
4)      Perubahan sosial
Perubahan sosial yang berlangsung dengan cepat untuk sementara waktu akan mengubah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat yang dapat menyebabkan munculnya golongan-golongan yang berbeda pendiriannya.

C.    Penyelesaian Konflik (Resolusi Konflik)
Menurut Mindes (2006: 24) “resolusi konflik merupakan kemampuan untuk menyelesaikan perbedaan dengan yanglainnya dan merupakan aspek penting dalam pembangunuan sosial dan moral yang memerlukan keterampilan dan penilaian untuk bernegoisasi, kompromi serta mengembangkan rasa keadilan”.
Menurut Fisher et al (2001: 7) yang menjelaskan bahwa “resolusi konflik adalah usaha menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru yang bisa tahan lama diantara kelompok-kelompok yang berseteru”.
Menurut Weitzman& Weitzman (dalam Morton & Coleman 2000: 197) mendefinisikan “resolusi konflik sebagai sebuah tindakan pemecahan masalah bersama (solve a problem together)”.
Rahmadi (2011:12-20) menuliskan mengenai beberapa macam resolusi konflik antara lain :
a.      Negosiasi
Negosiasi adalah penyelesaian konflik melaluli   perundingan langsung antara dua pihak atau lebih yang terlibat dalam konflik tanpa bantuan pihak lain. Tujannya adalah menghasilkan keputusan yang diterima dan dipatuhi secara sukarela.
b.      Mediasi
Mediasi adalah suatu penyelesaian sengketa atau konflik antara dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan meminta bantuan pihak netral yang tidak memiliki kewenangan memutus. Mediator hanya berfungsi memfasilitasi perundingan dan membantu merumuskan persoalan.
c.       Arbitrasi
Arbitrasi adalah cara penyelesaian konflik oleh para pihak yang terlibat dalam konflik dengan meminta bantuan kepada pihak netral yang memiliki kewenangan memutuskan. Hasil keputusan dalam arbitrasi dapat bersifat mengikat maupun tidak mengikat. Dalam arbitrasi, pemilihan arbitrator adalah berdasarkan pilihan oleh pihak yang berkonflik.
d.      Ligitasi
Litigasi diartikan sebagai proses penyelesaian konflik melalui pengadilan. Pihak-pihak yang merasa dirugikan mengadukan gugatan ke pengadilan terhadap pihak lain yang menyebabkan timbulnya kerugian. Keputusan dalam ligitasi adalah bersifat mengikat. Sedangkan pihak berkonflik tidak memiliki wewenang memilih hakim yang akan memimpin sidang dan memutuskan perkara.

Soerjono Soekanto (1992: 77-78) mengatakan terdapat beberapa cara untuk menyelesaikan konflik, yaitu:
1)      Coercion (Paksaan)
Penyelesaiannya dengan cara memaksa dan menekan pihak lain agar menyerah. Coercion merupakan suatu cara dimana salah satu pihak berada dalam keadaan yang lemah bila dibandingkan dengan pihak lawan. Cara ini sering kurang efektif karena salah satu pihak harus mengalah dan menyerah secara terpaksa.
2)      Compromise
Suatu cara dimana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.
3)      Arbitration
Merupakan suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan diantara kedua belah pihak. Pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi sebagai “hakim” yang mencari pemecahan mengikat.
4)      Mediation (Penengahan)
Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi sengketa. Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah serta melapangkan jalan untuk pemecahan masalah secara terpadu.
5)      Conciliation
Merupakan suatu usaha untuk mempertemukan keinginan keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.

D.    Akibat Terjadinya Konflik
Menurut Soerjono Soekanto (2006: 95-96) ada beberapa akibat yang dapat ditimbulkan oleh adanya pertentangan, adalah:
1)      Bertambahnya solidaritas in-group
Apabila suatu kelompok bertentangan dengan kelompok lain, maka solidaritas dalam kelompok tersebut akan bertambah erat.
2)      Hancurnya atau retaknya kesatuan kelompok
Pecahnya persatuan dalam kelompok apabila pertentangan dalam satu kelompok itu terjadi.
3)      Perubahan kepribadian para individu
4)      Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia
5)      Akomodasi, dominasi dan takluknya salah satu pihak.



BAB III
STUDI KASUS
Konflik Sengketa Lahan di Tanjung Priok Antara Ahli Waris dan PT Pelindo II
Pembongkaran paksa makam Keramat mbah Priok oleh Satuan Polisi Pamong Praja ( Sat Pol PP) pada hari Rabu tanggal 14 April 2010 yang berdarah dan menelan korban jiwa juga benda pada saat ini sudah mulai mereda. Hal tersebut berkat sikap tanggap Presiden Susilo Bambang Yudoyono dalam merespon permasalahan Priok. Dalam jumpa pers yang dilakukan Rabu malam, Presiden mengintruksikan penghentian penertiban kompleks makam mbah Priok di Koja Jakarta Utara. Presiden juga meminta agar para pemangku kepentingan membicarakan lagi permasalahan tersebut dengan masyarakat (Jawa Pos 15 April 2010).
Instruksi Presiden tersebut dilaksanakan dengan baik oleh pihak terkait. Pertemuan yang difasilitasi oleh Wakil Gubernur DKI bertempat di Balaikota DKI Jaya tanggal 15 April 2010 diikuti oleh perwakilan ahli waris mbah Priok, Ulama, tokoh masyarakat, Pelindo II serta Pemerintah. Kedua belah pihak, yaitu ahli waris mbah Priok dengan Pelindo II menemukan titik temu dalam mediasi  dengan menyepakati untuk mengakhiri kekerasan dan membatalkan rencana penertiban kompleks makam ( Jawa Pos 16 April 2010). Tepatlah kiranya upaya menyelesaikan kasus makam Mbah Priok secara damai untuk terciptanya win-win solution.
Secara lengkap hasil mediasi 15 April menghasilkan sembilan (9) butir kesepakatan yang telah disetujui kedua belah pihak. Adapun kesembilan Hasil Mediasi tersebut adalah: Pertama, Makam Muhammad Hasan Al Hadad (mbah Priok) tetap di posisi seperti sekarang; Kedua Pendopo Ruang Majelis dan gapura dipindah posisinya agar jalur peti kemas sesuai aturan Internasional, Ketiga; Sisa tanah sengketa akan terus dibicarakan antara ahli waris dengan Pelindo II, Keempat; Kasus yang terjadi di lapangan akan ditindaklanjuti secara hukum, Kelima; Pelibatan tokoh agama dan masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan sosial; Keenam, Pelindo II setuju membuat MOU tertulis hasil pembicaraan lebih lanjut; Ketujuh, Administrasi penyelesaian permasalahan sengketa tanah akan dibicarakan langsung oleh ahli waris dan Pelindo II; Kedelapan, Pemprov DKI Jaya dan Pelindo akan memperhatikan biaya pengobatan para korban; Kesembilan, Pertemuan lanjutan Pelindo II dan ahli waris diadakan di Kantor Komnas HAM dengan saksi Wakil Gubernur DKI Jaya.
Tentunya semua pihak berharap bahwa hasil kesepakan 15 April yang dicapai dengan cara musyawarah  dapat dilaksanakan secara konsekwen oleh kedua belah pihak. Demikian juga musyawarah kedua yang akan dilaksanakan di Kantor Komnas HAM nanti diharapkan dapat memberikan solusi yang memuaskan bagi kedua belah pihak. Namun yang perlu diperhatikan dalam perundingan selanjutnya adalah pemosisian kedua belah pihak yang bersengketa dalam posisi yang seimbang. Kita semua mengetahui  posisi tawar ahli waris mbah Priok dengan Pelindo selama ini tidak seimbang. Posisi yang tidak seimbang ini dimanfaatkan Pelindo untuk memaksakan kehendaknya, hingga terjadinya tragedi berdarah Priok tanggal 14 April lalu. Manakala kedua belah pihak  beritikad baik, maka pihak yang secara psikologis lebih kuat tentunya tidak akan memaksakan kehendaknya, sehingga tragedi 14 April dapat dihindarkan.
Terjadinya tragedi berdarah 14 April 2010 dipicu oleh sengketa kepemilikan antara Pelindo II dengan ahli waris mbah Priok. Pelindo II mengantongi Hak Pengelolaan terhadap tanah makam mbah Priok dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada tahun 1987 dengan Sertifikat Hak Pengelolaan Nomor I/ Koja Utara tertanggal 21 Januari 1987. Selain itu  Pelindo II juga telah memenangkan sengketa tanah tersebut melawan ahli waris Mbah Priok di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan Nomor Perkara 245/Pdt.G/2001/PN.Jkt.Ut. Putusan PN Jakarta Utara tersebut telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (in kracht van gewijsde), sehingga sangat wajar manakala Pihak Pelindo menginginkan dapat dilaksanakannya isi Putusan tersebut dan dapat segera memfungsikan areal tanah makam mbah Priok.
Pada sisi lain ahli waris mbah Priok berkeyakinan sebagai pemilik sah atas lahan tanah seluas 5,4 hektar tersebut. Keyakinan tersebut didasarkan pada adanya Hak Eigendom Verponding Nomor 434 dan Nomor 1780 di tangan ahli waris, selain itu para ahli waris merasa tidak pernah memindahtangankan tanah tersebut kepada pihak lain. Berdasarkan hal tersebut ahli waris Mbah Priok tidak salah bila merasa masih berhak terhadap areal makam yang disengketakan. Secara teoritis apabila status hak atas tanah berupa Eigendom (Belanda) berarti Hak Milik Mutlak. Eigendomsrecht dalam terminologi Hukum adalah hak atas tanah yang paling kuat atau paling sempurna kepemilikannya. Eigendom atau Hak milik dapat diartikan hak atas tanah yang turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai oleh seseorang atas tanah. Berdasarkan fakta yuridis tersebut  para ahli waris berkeyakinan bahwa tanah areal makam adalah milik mereka, maka ketika ada Instruksi Gubernur Nomor 132 Tahun 2009 Tentang Penertiban yang memberi kewenangan kepada Sat Pol PP dengan dibantu oleh Polisi, serta merta ahli waris bersama warga melawan.
Apabila dicermati dari aspek hukum administrasi masing-masing pihak dengan alat bukti yang dimilikinya merasa berhak atas tanah makam mbah Priok. Penertiban yang dilakukan Sat Pol PP dengan dasar hukum Instruksi Gubernur Nomor 132 Tahun 2009 apabila yang dimaksud adalah untuk melaksanakan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 245/Pdt.G/2001/PN.Jkt.Ut adalah salah dan melanggar hukum. Pihak Eksekutif dalam hal ini Pemprov DKI Jaya tidak Kompeten mengeksekusi Putusan Pengadilan. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara adalah masuk ranah Lembaga Yudikatif dan yang berwenang mengeksekusi Putusan Pengadilan adalah Juru Sita Pengadilan Negeri yang dibantu oleh alat kekuasaan negara bila perlu. Langkah yang ditempuh Pemprov DKI sudah melanggar hukum dan keluar dari kaedah dan sitem Hukum di Indonesia.
Idealnya Pelindo II sebagai pihak yang telah memenangkan perkara Nomor 245/Pdt.G/2001/PN.Jkt.Ut yang telah berkekuatan hukum tetap, dapat memohon eksekusi kepada Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan ketidakjelasan, apakah penertiban yang didasarkan pada Instruksi Gubernur Nomor 132 Tahun 2009 merupakan realisasi pelaksanaan putusan PN Jakut? Jika demikian adanya tentu hal tersebut tidak dapat dibenarkan dari sisi hukum acara perdata. Bahkan apa yang telah diinstruksikan oleh Gubernur untuk melakukan penertiban Makam Mbah Priok dapat dikwalifikasikan sebagai Perbuatan Melanggar Hukum Penguasa.
Tindakan penertiban sebagaimana yang diinstruksikan Gubernur terlalu menonjolkan Rechtscherheit (kepastian hukum) dan kurang mempertimbangkan segi Zwecmassigkeit (kemanfaatan) dan Gerrechtigkeit ( keadilan) walaupun pelaksanaan kepastian hukum tersebut mencabik-cabik rasa keadilan masyarakat. Manakala masyarakat Tanjung Priok mendapatkan manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap pembongkaran makam mbah Priok, niscaya masyarakat tidak akan mengadakan perlawanan yang berdarah-darah sebagaimana kita saksikan di media. Bahkan hemat penulis apabila masyarakat Tanjung Priok merasa diuntungkan karena penertiban tersebut karena dapat memberi manfaat kepada mereka, tentunya masyarakat akan memberikan dukungan. Idealnya setiap kebijakan yang diambil oleh Pemerintah senantiasa mempertimbangkan faktor kemanfaatan untuk masyarakat, dan  jangan hanya didasarkan pada faktor ekonomis semata.



BAB IV
PEMBAHASAN
A.    Penyebab Terjadinya Konflik di Tanjung Priok
Kasus bermula dari sengketa antara PT Pelindo II dengan ahli waris Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad atau Mbah Priok. Sengketa tersebut telah terjadi selama bertahun-tahun dan telah dibawa ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Para ahli waris mengklaim kepemilikan tanah di lokasi tersebut dengan mendasarkan pada Eigendom Verponding no 4341 dan No 1780 di lahan seluas 5, 4 Ha. Namun PN Jakarta Utara pada tanggal 5 Juni 2002 telah memutuskan tanah tersebut secara sah adalah milik PT Pelindo II. Hal ini sesuai dengan hak pengelolaan lahan (HPL) Nomor 01/Koja dengan luas 145,2 hektar. Pihak ahli waris sempat mengajukan gugatan kepada PT. Pelindo II melalui PN Jakarta Utara dan hasilnya gugtan ditolak karena pihak tak mengajukan banding, dengan demikian putusan No 245/pdt.G/2001/PN.JKT.UT itu telah memiliki kekuatan hukum tetap. Meskipun begitu pihak ahli waris tetap merasa memiliki tanah tersebut dengan surat tanah berdasarkan velklaring No 1268/RB pada 19 September 1934.
Letak makam yang barada di dekat terminal peti kemas koja Jakarta Utara, selain makam juga ada perumahan milik warga. Karena lokasi yang berada dekat dengan pelabuhan, mulailah timbul perselisihan antara warga dan ahli waris dengan pengelola pelabuhan. Meskipun makam dianggap keramat, tempat tersebut tidak masuk dalam situs sejarah yang diakui oleh pemerintah DKI Jakarta. Kontroversi berlanjut mengenai keberadaan kerangka mbah Priok, wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto memastikan jasad mbah Priok telah dipindahkan ke TPU Budidharma, Semper, pada 1997. Namun arkeolog Candrian Attahiyat membantahnya. Pada 1997 saat makam lain dipindahkan makam mbah priok dipertahankan kata Candrian yang juga saat itu sebagai kepala Unit Pelaksana Teknis Kota Tua.
Menurut Soerjono Soekanto salah satu penyebab konflik adalah adanya perbedaan kepentingan, hal tersebut bisa kita lihat pada pemaparan diatas bahwa akar permasalahan penyebab konflik di tanjung priok adalah adanya perbedaan kepentingan dan pendapat antara ahli waris dan PT Perindo II. Puncak dari konflik ini adalah ketika tanggal 14 april 2010 yang dipicu oleh rencana eksekusi tanah kawasan makam Mbah Priok yang ada di dalam area Terminal Peti Kemas Tanjung Priok oleh Pemerintah Daerah DKI JakartaTindakan ini ditentang oleh warga yang kemudian berubah menjadi bentrokan antara warga dengan Satpol PP.
Alasan warga mempertahankan makam habib Hasan bin Muhammad al Hadad atau yang lebih dikenal sebagai makam Mbah Priok adalah karena menyimpan cerita sejarah dan dia juga merupakan penyiar agama islam sehingga sangat dihormati warga. Bahkan ketika pendopo makam akan dibongkar pemerintah, pengikutnya rela mati mempertahankan. penertiban pendopo makam oleh pemerintah beberapa kali tertunda karena mendapat tentangan dari warga dan ahli waris, sehingga pada tanggal 14 april 2010 pemerintah mengerahkan petugas SATPOL PP untuk mengeksekusi lahan tersebut. Para warga bersama ahli waris tidak tinggal diam, merekapun menghadang laju petugas, bentrokan fisikpun tak terhindarkan. Banyak korban berjatuhan dan kerugian materi karena perusakan kendaraan petugas oleh warga pun mencapai milyaran rupiah.

B.     Penyelesaian Konflik Yang Terjadi di Tanjung Priok Jakarta Utara
Penyelesaian konflik yang terjadi di Tanjung Priok Jakarta Utara adalah dengan cara mediasi, yaitu penyelesaian melalui perundingan dan mufakat melalui bantuan pihak ketiga yang memfasilitasi kedua belah pihak. Sebelum dilakukannya mediasi terlebih dahulu presiden menginstruksikan pemberhentian penertiban makam mbah Priok di Jakarta Utara. Pertemuan kedua pihak yakni antara ahli waris dan PT Perindo II difasilitasi oleh wakil Gubernur DKI Jakarta bertempat di Balaikota DKI Jaya. Pertemuan tersebut diikuti perwakilan ahli waris mbah Priok, Ulama, tokoh masyarakat, Pelindo II serta Pemerintah.
Kedua belah pihak, yaitu ahli waris mbah Priok dengan Pelindo II menemukan titik temu dalam mediasi  dengan menyepakati untuk mengakhiri kekerasan dan membatalkan rencana penertiban kompleks makam. Secara lengkap hasil mediasi menghasilkan sembilan 9 butir kesepakatan yang telah disetujui kedua belah pihak. Adapun kesembilan Hasil Mediasi tersebut adalah: Pertama, Makam Muhammad Hasan Al Hadad (mbah Priok) tetap di posisi seperti sekarang; Kedua Pendopo Ruang Majelis dan gapura dipindah posisinya agar jalur peti kemas sesuai aturan Internasional, Ketiga; Sisa tanah sengketa akan terus dibicarakan antara ahli waris dengan Pelindo II, Keempat; Kasus yang terjadi di lapangan akan ditindaklanjuti secara hukum, Kelima; Pelibatan tokoh agama dan masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan sosial; Keenam, Pelindo II setuju membuat MOU tertulis hasil pembicaraan lebih lanjut; Ketujuh, Administrasi penyelesaian permasalahan sengketa tanah akan dibicarakan langsung oleh ahli waris dan Pelindo II; Kedelapan, Pemprov DKI Jaya dan Pelindo akan memperhatikan biaya pengobatan para korban; Kesembilan, Pertemuan lanjutan Pelindo II dan ahli waris diadakan di Kantor Komnas HAM dengan saksi Wakil Gubernur DKI Jaya.
Pada maret 2017 lalu, makam Mbah Priok diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Pernama sebagai cagar Budaya yang disambut baik oleh warga dan ahli waris.

C.    Dampak Yang Ditimbulkan Akibat Konflik di Tanjung Priok
Soerjono Soekanto mengatakan bahwa salah satu yang diakibatkan oleh konflik adalah hancurnya harta benda dan jatuhnya korban jiwa. Dalam konflik yang terjadi di tanjung Priok pada 14 april 2010 mengakibatkan banyak kerugian dan jatuhnya korban jiwadari pihak warga dan aparat. Akibat bentrokan yang terjadi antara aparat dengan warga menewaskan 3 anggota Satpol PP dan menyebabkan ratusan orang luka-luka baik dari pihak warga, SATPOL PP dan POLRI. Korban masing-masing akan diberikan santunan.
Selain itu akibat bentrokan menyebabkan seorang fotografer mengalami luka, serta dua orang jurnalis turut menjadi korban bentrokan. bentrokan ini juga menyebabkan terputusnya arus lalu lintas dari pelabuhan Tanjung Priok menuju Cilincing dan arah sebaliknya. Para pengusaha turut dirugikan karena terhambatnya arus barang dan jasa di terminal peti kemas Koja. Selain itu, kerusakan itu berlanjut pada penjarahan barang barang pada salah satu kantor terminal peti kemas Koja. Kerugian diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah.
Salah satu pemberitaan di detik.com  menyebutkan POL-PP rugi 22M dari tragedi berdarah tersebut. Berikut rinciannya:
1.      Truk : 24 unit x Rp 295.800.000= Rp 7.099.200.000
2.      Operasional Panther : 43 unit x Rp 225.500.000 = Rp 9.696.500.000
3.      Operasional KIA Pick Up : 14 unit x Rp 727.500.000 = Rp 1.785.000.000
4.      Kendaraan Komando : 2 unit x 226.725.454 = Rp 453.450.000
5.      Kijang : 2 unit x Rp 120.000.000 = Rp 240.000.000
6.      Sepeda Motor Trail : 1 unit x 24. Rp 499.000 = Rp 24.499.000
7.      Helm Antihuruhara : 575 x Rp 500.000 = Rp 287.500.000
8.      Tameng Antihuruhara : 575 x Rp 979.000 = Rp 562.925.000
9.      Rompi Pulset : 575 buah x Rp 4.888. 000 = Rp 2.806.000.000
Total Rp 22. 955.074.000 (detik.com)




BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas dapat kami simpulkan sebagai berikut :
1.      Penyebab konflik di Tajung Priok bermula dari sengketa lahan antara PT Pelindo II dengan ahli waris Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad atau Mbah Priok. Meskipun pihak Pengadilan Negeri Jakarta Utara telah memutuskan pada tahun 2002 bahwa lahan yang disengketakan adalah milik PT Pelindo II namun pihak ahli waris tetap merasa memiliki lahan tersebut berdasarkan Velklaring 1934. Ketika PT Pelindo II melalui Pemerintah DKI Jakarta ingin melakukan eksekusi lahan yang disengketakan dengan mengerahkan SATPOL PP, bentrokan pun tak terhindarkan antara ahli waris dan warga dengan SATPOL PP.
2.      Penyelesaian konflik di Tanjung Priok adalah melalui Mediasi. Pertemuan kedua pihak yakni antara ahli waris dan PT Perindo II difasilitasi oleh wakil Gubernur DKI Jakarta bertempat di Balaikota DKI Jaya. Pertemuan tersebut diikuti perwakilan ahli waris mbah Priok, Ulama, tokoh masyarakat, Pelindo II serta Pemerintah. Melalui mediasi Kedua belah pihak sepakat mengakhiri kekerasan dan membatalkan rencana pengeksekusian lahan Makam Mbah Priok.
3.      Dampak yang diakibatkan oleh konflik di Tanjung Priok adalah jatuhnya korban jiwa yaitu 3 anggota SATPOL PP tewas dan ratusan orang luka-luka. Selain itu kerugian materil diperkirakan mencapai miliaran rupiah.
B.     Saran
Dalam kasus penertiban makam Mbah Priok, seyogyanya Pemerintah terlebih dulu mempertimbangkan aspek sosial budaya masyarakat. Penertiban Makam Mbah Priok  bukan sekedar masalah sengketa hukum, namun ada aspek historis religius yang dilupakan oleh Pemerintah. Mbah Priok sebagai tokoh agama yang dikagumi masyarakat, masih tetap menempati posisi tinggi di hati masyarakat Priok dan sekitarnya. Belajar dari pengalaman tragedi berdarah Tanjung Priok, dan tanpa memandang benar atau salah para pihak, Pemerintah sebagai Lembaga Negara yang berfungsi menjalankan Undang-Undang harus memperhatikan keseimbangan antara kepastian hukum,kemanfaatan dan keadilan secara proporsional. Bertolak dari pengalaman pahit kasus makam keramat mbah Priok, Pemerintah harus mengambil hikmah dan belajar  untuk menguasai the power of solving legal problem, demi kelancaran program pembangunan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Comments