KASUS 1
Sengketa
Lahan Sawit, Warga di Bengkayang Blokade Jalan

KOMPAS.com/YOHANES KURNIA IRAWANRatusan warga Desa Karimunting memblokir
jalan masuk perkebunan kelapa sawit PT.Patiware, di Desa karimunting, Kecamatan
Sungai Raya, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat (25/9/2013). Aksi warga ini
menuntut ganti rugi lahan yang dijanjikan oleh pihak perusahaan yang sejak
empat tahun lalu belum dipenuhi.
BENGKAYANG,
KOMPAS.com - Janji manis
perusahaan perkebunan kelapa
sawit kepada warga di Desa Karimunting, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Bengkayang,
berbuntut munculnya aksi pemblokadean
jalan, Rabu (25/9/2013).
Aksi ini dipicu ketidakpuasan warga yang menuntut ganti kerugian terhadap lahan milik mereka yang dijadikan perkebunan. Sejak pagi, ratusan warga memblokade jalan masuk ke perusahaan kelapa sawit PT. Patiware.
Tak hanya kaum pria, para ibu pun turut serta membawa anak-anak mereka untuk berunjuk rasa. Mereka telah ada sejak pagi. Warga tersebut berasal dari Dusun Sinjun dan Dusun Kampung Tengah, Desa Karimunting.
Informasi yang berhasil dihimpun, ketidakpuasan warga ini disebabkan janji perusahaan yang akan membagikan lahan plasma kepada masyarakat. Namun, setelah lebih dari empat tahun berjalan, janji tinggal janji. Warga pun tidak mendapatkan apa yang dijanjikan oleh perusahaan.
Sudarman, salah seorang warga Karimunting menyebutkan, warga saat ini sudah tidak mau dibagikan plasma. Alasannya, karena tempo yang sudah cukup lama, tapi tidak juga dibagikan.
“Setiap kali pertemuan, pihak PT Patiware tidak pernah hadir, itulah yang membuat kami kecewa, sekarang kami minta kejelasan," ujar Sudarman.
Para warga mengaku, mereka menuntut kompensasi dari lahan mereka yang digunakan PT Patiware tersebut. Mereka pun mempertanyakan kompensasi yang hingga kini belum dipenuhi oleh perusahaan.
“Kami tidak tahu hukum, bisa saja kami dikelabui oleh perusahaan. Katanya ada lahan inti, ada lahan masyarakat. Warga Desa Sungai Raya dan Sungai Ruk sudah dapat, hanya kami yang belum dapat kompensasi," ujar Hepni, warga lainnya.
Hepni juga menyebutkan, ada warga desa lain yang tidak memiliki surat tanah sudah mendapat kompensasi, sedangkan mereka yang surat menyuratnya lengkap malah belum mendapatkan. “Intinya masyarakat sudah kecewa dengan kehadiran Patiware. Hanya orang tertentu yang merasakan manfaatnya, sedangkan kami terus dibohongi. Hasil panen sudah berlimpah, tapi apa yang kami dapatkan,” ujar Hepni.
Warga juga mengeluhkan masalah lingkungan yang timbul dari aktivitas perkebunan tersebut. Seorang warga menuturkan, masalah pengairan menjadi terganggu, belum lagi limbah dari pabrik pengolahan.
“Parit-parit tersumbat, sekarang hujan sehari saja pasti banjir, lumpur-lumpur sampai naik ke rumah, hujan sebentar saja sudah becek,” ujar warga tersebut.
Sementara itu, Kepala Polsek Sungai Raya, IPTU Aris Sutrisno menilai wajar jika masyarakat melakukan aksi tersebut. Masyarakat sudah jenuh karena terus menerus merasa dibohongi pihak perusahaan.
“Secara prosedur, mereka sudah mengikuti aturan main. Sebelum melakukan aksi, mereka memberitahukan dulu kepada kepolisian untuk melakukan aksi pemblokiran. Namun, kami tetap mengimbau kepada mereka untuk melakukannya secara tertib dan tidak anarkis, karena ini negara hukum," ujar Aris saat ditemui di lokasi unjuk rasa.
Aris menyatakan akan berusaha membantu masyarakat untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Polisi akan mencoba menjadi mediator dalam perkara ini. Warga akan memblokade jalan perkebunan tersebut hingga ada kejelasan dari pihak perusahaan.
Hingga Rabu siang, belum satu pun perwakilan dari pihak perusahaan yang datang menemui warga. Aksi yang berlangsung damai tersebut menyebabkan puluhan truk pengangkut sawit terpaksa berhenti dari arah masuk maupun arah keluar perkebunan.
“Akan diblokir sampai ada tanggapan, masyarakat menuntut hari ini juga harus ada jawaban dari perusahaan. Kami butuh kejelasan apakah mau di konpensasi, atau dikembalikan kepada pemilik lahan,” tandas Hepni.
Aksi ini dipicu ketidakpuasan warga yang menuntut ganti kerugian terhadap lahan milik mereka yang dijadikan perkebunan. Sejak pagi, ratusan warga memblokade jalan masuk ke perusahaan kelapa sawit PT. Patiware.
Tak hanya kaum pria, para ibu pun turut serta membawa anak-anak mereka untuk berunjuk rasa. Mereka telah ada sejak pagi. Warga tersebut berasal dari Dusun Sinjun dan Dusun Kampung Tengah, Desa Karimunting.
Informasi yang berhasil dihimpun, ketidakpuasan warga ini disebabkan janji perusahaan yang akan membagikan lahan plasma kepada masyarakat. Namun, setelah lebih dari empat tahun berjalan, janji tinggal janji. Warga pun tidak mendapatkan apa yang dijanjikan oleh perusahaan.
Sudarman, salah seorang warga Karimunting menyebutkan, warga saat ini sudah tidak mau dibagikan plasma. Alasannya, karena tempo yang sudah cukup lama, tapi tidak juga dibagikan.
“Setiap kali pertemuan, pihak PT Patiware tidak pernah hadir, itulah yang membuat kami kecewa, sekarang kami minta kejelasan," ujar Sudarman.
Para warga mengaku, mereka menuntut kompensasi dari lahan mereka yang digunakan PT Patiware tersebut. Mereka pun mempertanyakan kompensasi yang hingga kini belum dipenuhi oleh perusahaan.
“Kami tidak tahu hukum, bisa saja kami dikelabui oleh perusahaan. Katanya ada lahan inti, ada lahan masyarakat. Warga Desa Sungai Raya dan Sungai Ruk sudah dapat, hanya kami yang belum dapat kompensasi," ujar Hepni, warga lainnya.
Hepni juga menyebutkan, ada warga desa lain yang tidak memiliki surat tanah sudah mendapat kompensasi, sedangkan mereka yang surat menyuratnya lengkap malah belum mendapatkan. “Intinya masyarakat sudah kecewa dengan kehadiran Patiware. Hanya orang tertentu yang merasakan manfaatnya, sedangkan kami terus dibohongi. Hasil panen sudah berlimpah, tapi apa yang kami dapatkan,” ujar Hepni.
Warga juga mengeluhkan masalah lingkungan yang timbul dari aktivitas perkebunan tersebut. Seorang warga menuturkan, masalah pengairan menjadi terganggu, belum lagi limbah dari pabrik pengolahan.
“Parit-parit tersumbat, sekarang hujan sehari saja pasti banjir, lumpur-lumpur sampai naik ke rumah, hujan sebentar saja sudah becek,” ujar warga tersebut.
Sementara itu, Kepala Polsek Sungai Raya, IPTU Aris Sutrisno menilai wajar jika masyarakat melakukan aksi tersebut. Masyarakat sudah jenuh karena terus menerus merasa dibohongi pihak perusahaan.
“Secara prosedur, mereka sudah mengikuti aturan main. Sebelum melakukan aksi, mereka memberitahukan dulu kepada kepolisian untuk melakukan aksi pemblokiran. Namun, kami tetap mengimbau kepada mereka untuk melakukannya secara tertib dan tidak anarkis, karena ini negara hukum," ujar Aris saat ditemui di lokasi unjuk rasa.
Aris menyatakan akan berusaha membantu masyarakat untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Polisi akan mencoba menjadi mediator dalam perkara ini. Warga akan memblokade jalan perkebunan tersebut hingga ada kejelasan dari pihak perusahaan.
Hingga Rabu siang, belum satu pun perwakilan dari pihak perusahaan yang datang menemui warga. Aksi yang berlangsung damai tersebut menyebabkan puluhan truk pengangkut sawit terpaksa berhenti dari arah masuk maupun arah keluar perkebunan.
“Akan diblokir sampai ada tanggapan, masyarakat menuntut hari ini juga harus ada jawaban dari perusahaan. Kami butuh kejelasan apakah mau di konpensasi, atau dikembalikan kepada pemilik lahan,” tandas Hepni.
Penulis
|
: Kontributor Singkawang, Yohanes Kurnia Irawan
|
Editor
|
: Glori K.
Wadrianto
|
Studi kasus yang saya ambil adalah
“Sengketa Lahan Sawit Di Kabupaten Bengkayang”, antara PT. Patiware dan Warga
Desa Karimunting.
Sumber : Kompas.com
Judul
Berita : “Sengketa Lahan Sawit, Warga di Bengkayang Blokade Jalan”
Terbitan Berita : 25-9-2013
PEMBAHASAN (5W+1H)
1. What
(apa)
Apa
masalah yang terjadi ?
Masalah
yang terjadi adalah Pemblokiran jalan masuk ke perusahaan PT. Patiware oleh
warga.
2. Who
(siapa)
Siapa
yang melakukan pemblokiran jalan ?
Yang
melakukan pemblokiran jalan adalah Warga Dusun Sungai Sinjun dan Dusun Kampung
Tengah, Desa Karimunting, Kecamatan Sungai Raya Kepulauan, Kabupaten
Bengkayang.
3. Where
(dimana)
Dimana
masalah ini terjadi ?
Kejadian
ini terjadi di Desa Karimunting, Kecamatan Sungai Raya Kepulauan, Kabupaten
Bengkayang tepatnya di jalan masuk menuju ke perusahaan kelapa sawit PT. Patiware.
4. When
(kapan)
Kapan
masalah ini terjadi ?
Kasus
ini terjadi pada hari Rabu pagi tanggal 25 September 2013.
5. Why
(mengapa)
Mengapa
masalah ini terjadi ?
Masalah
ini terjadi karena ketidakpuasan warga yang menuntut ganti rugi lahan milik
mereka yang dijadikan perkebunan. Ketidakpuasan ini disebabkan karena janji
perusahaan yang akan membagikan lahan plasma kepada masyarakat. Namun, setelah
lebih dari empat tahun berjalan, janji tinggal janji. Warga pun tidak
mendapatkan apa yang dijanjikan oleh perusahaan. Selain itu setiap kali
pertemuan, pihak PT. Patiware tidak pernah hadir, itulah yang membuat warga
kecewa, mereka juga minta kejelasan terhadap lahan plasma yang dijanjikan
perusahaan karena tempo yang sudah cukup lama.
Selain
masalah kompensasi yang tidak ada kejelasan dari pihak perusahaan, warga juga
mengeluhkan masalah lingkungan yang timbul dari aktivitas perkebunan. Seperti
masalah pengairan yang terganggu dan limbah dari pabrik pengolahan.
6. How
(bagaimana)
Bagaimana
peristiwa ini terjadi ?
Peristiwa
ini terjadi pada hari rabu pagi tanggal 25 september 2013. Warga yang berunjuk
rasa di lokasi perusahaan sawit PT. Patiware memblokir jalan masuk perusahaan
dengan kayu-kayu pohon kelapa sehingga menyebabkan puluhan truk pengangkut
sawit perusahaan tidak bisa masuk maupun keluar lokasi perusahaan. Peserta
unjuk rasa tidak hanya laki-laki namu
juga ada ibu-ibu yang membawa anaknya untuk berunjuk rasa. Sampai rabu
siang belum ada perwakilan perusahan yang menemui warga yang memblokir jalan. Jalan akan diblokir
hingga ada kejelasan dari pihak perusahaan.
PENGENDALIAN KONFLIK YANG SESUAI
Dari
kasus diatas solusi yang menurut saya bisa dilakukan adalah dengan Mediasi.
Mediasi pada konflik diatas dilakukan dengan cara membuat konsensus diantara
dua pihak yang berkonflik untuk mencari pihak
ketiga yang berkedudukan netral sebagai mediator dalam penyelesaian konflik.
Penyelesaian secara mediasi baik yang bersifat tradisional ataupun melalui
berbagai Lembaga Alternative Dispute Resolution (ADR) mempunyai kelebihan bila
dibandingkan dengan berperkara di muka pengadilan yang tidak menarik dilihat
dari segi waktu, biaya dan pikiran/tenaga. Disamping itu kurangnya kepercayaan
atas kemandirian lembaga peradilan dan kendala administrasi yang meliputinya
membuat pengadilan merupakan pilihan terakhir untuk penyelesaian sengketa.
Banyak konflik tanah perkebunan di pengadilan yang diselesaikan dengan hasil
yang kurang memuaskan, sehingga berkembang pandangan di masyarakat bahwa badan
peradilan tidak optimal dalam menyelesaikan sengketa pertanahan. Akibatnya,
rasa keadilan dan kepastian hukum yang diharapkan masyarakat tidak terpenuhi,
bahkan yang ada hanyalah persoalan baru yang dampaknya justru memperburuk
kondisi yang ada.
Dengan melakukan Mediasi juga memberikan kepada para pihak perasaan kesamaan
kedudukan dan upaya penentuan hasil akhir perundingan yang dicapai menurut kesepakatan
bersama tanpa tekanan atau paksaan. Dengan demikian solusi yang dihasilkan
mengarah kepada win-win
solution.
Selain dengan mediasi, penyelesaian konflik diatas juga bisa
dengan Negosiasi yang dilakukan dengan jalan dimana para pihak yang berkonflik
duduk bersama untuk mencari jalan terbaik dalam penyelesaian konflik dengan
prinsip bahwa penyelesaian itu tidak ada pihak yang dirugikan.
KASUS 2
PT
Darmex Agro Dituding Rampas Tanah Adat

DEMO: Puluhan warga saat
melakukan aksi demo dihadapan Kantor Bupati Bengkayang.AIRIN/PONTIANAKPOST
BENGKAYANG–Sejumlah masyarakat
yang tergabung dalam Forum Perjuangan Rakyat (FPR) melakukan aksi demo mendesak
pemerintah daerah mencabut Izin Usaha Perusahaan (IUP) perkebunan kepala sawit
PT Darmex Agro, Kecamatan Lembah Bawang, Kabupaten Bengkayang.
Aksi
demo tersebut dilakukan warga karena perusahan sawit telah merampas lahan adat
milik masyarakat. Serta perkebunan sawit yang didirikan perusahaan tidak sesuai
perjanjian yang disepakati bersama masyarakat."Kita minta perkebunan
kepala sawit PT. Darmex Agro ditutup. Keberadaan perusahaan ini hanya
membuat kekacauan masyarakat adat," ucap Ambosius, warga Kecamatan Lembah
Bawang, Selasa (26/1) saat menyampaikan aspirasi di Kantor Bupati Bengkayang
dan Kantor Pengadilan Negeri Bengkayang.
Dia
mengatakan, selama delapan tahun perusahaan kelapa sawit didirikan hanya
merusak tatanan kehidupan masyarakat. Lahan hutan adat yang berada di Kecamatan
Lembah Bawang ditebang dan dijadikan perkebunan kepala sawit milik
perusahaan.Ia mengungkapkan, sebelum perusahaan masuk kekacauan tidak pernah
terjadi dalam kehidupan masyarakat adat. Tetapi setelah perusahaan menanamkan
modal untuk mengelola lahan adat menjadi perkebunan sawit. Banyak permasalahan
yang bermuncul di tengah kehidupan masyarakat.
"Permasalahan
terjadi karena aturan perusahaan dan adat tidak sesuai keinginan masyarakat.
Serta perkebunan plasma, membuka lapangan pekerjaan dan perbaikan jalan yang
dijanjikan perusaha tidak pernah diberikan," ungkapnya dihadapan puluhan
masyarakat.Koordinator aksi demo Wahyu menambahkan aksi yang dilakukan warga
adalah menuntuk hak adat yang selama delapan tahun perusahaan PT Darmex Agro
tidak pernah memberikan kesejahteraan untuk masyarakat. Bahkan perusahaan
membuat kekacauan di tengah kehidupan masyarakat dengan mengkriminalisasikan
tujuh warga desa yang ada di Kecamatan Lembah Bawang, Kabupaten Bengkayang.
"Kita
minta ketujuh warga desa Lembah Bawang dibebaskan. Karena mereka tidak
bersalah. Selama ini PT Darmex Agro tidak pernah memberikan lahan plasma bagi
masyarakat," tukasnya dihadapan puluhan peserta aksi demo di Kantor
Pengadilan Negeri Bengkayang.Dia menyatakan selama perusahaan sawit membuka lahan
seluas 15 ribu hektar kehidupan masyarakat adat menjadi tidak tentram.
Permasalahan sengketa lahan banyak terjadi karena perusahaan mengklim lahan
masyarakat menjadi lahan perusahaan.
Ia
mengharapakan keberadaan perusahaan PT. Darmex Agro segera ditutup. Sebelum
terjadinya kekacau lebih besar dalam kehidupan masyarakat. Hal tersebut
dikarenakan tindakan yang dilakukan perusahaan tidak berpihak kepada masyarakat
setempat."Pemerintah harus berpihak kepada masyarakat dan bisa menegakan
peraturan. Selama ada perkebunan sawit belum pernah perusahaan membuktikan
janjinya untuk menyerahkan lahan plasma kepada masyarakat," tukasnya.
Menyikapi
tuntutan tersebut PJ Bupati Bengkayang Drs. Moses Ahie, M.Si mengatakan
pemerintah daerah berjanji akan menyelesaikan permasalahan masyarakat dengan
Perkebunan Kelapa Sawit PT. Darmex Agro di Kecamatan Lembah Bawang."Dalam
wakti dekat kita berjanji akan tuntaskan persoalan yang selama ini terjadi
antara warga dan perusahaan," tukasnya dihadapan seluruh pengunjuk rasa
yang hadir di Kantor Bupati Bengkayang.
Dia
menuturkan apa yang selama ini menjadi keluhan masyarakat. Pihaknya akan
mengakomodir permasalah tersebut untuk bisa dicarikan solusi terbaik demi
kepentingan rakyat.Ia mengharapkan kepada peserta aksi demo untuk bersikap
sabar dalam menyelesaikan permasalahan. Beberapa tuntutan masyaratakat akan
segera ditanggapi pemerintah daerah."Apa yang menjadi tuntutan warga
terkait hak plasma masyarakat akan segera kita berikan kepastian. Supaya semua
permasalahan yang terjadi bisa diselsaikan dengan baik," tukasnya kepada
perwakilan peserta aksi demo di Kantor Bupati Kabupaten Bengkayang. (irn)
Studi kasus Ke-2 yang saya ambil
adalah “Perampasan Lahan Adat Oleh PT. Darmex Agro” di Lembah Bawang Kabupaten
Bengkayang.
Sumber : Pontianak Post
Judul
Berita : “PT. Darmex Agro Dituding Rampas Lahan Adat”
Terbitan Berita : 27-1-2016
PEMBAHASAN (5W+1H)
1. What
(apa)
Apa
masalah yang terjadi ?
Sejumlah masyarakat yang
tergabung dalam Forum Perjuangan Rakyat (FPR) melakukan aksi demo mendesak
pemerintah daerah mencabut Izin Usaha Perusahaan (IUP) perkebunan kepala sawit
PT Darmex Agro, Kecamatan Lembah Bawang, Kabupaten Bengkayang.
2. Who
(siapa)
Siapa
yang melakukan aksi ?
Aksi
demo dilakukan oleh sejumlah masyarakat yang tergabung dalam Forun Perjuangan
Rakyat (FPR) terhadap PT. Darmex Agro.
3. Where
(dimana)
Dimana
masalah ini terjadi ?
Masalah
ini terjadi di Desa Lembah Bawang, Kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten
Bengkayang. Aksi demo dilakukan di Kantor Bupati Bengkayang dan Kantor Pengadilan
Negeri Kabupaten Bengkayang.
4. When
(kapan)
Kapan
masalah ini terjadi ?
Aksi
demo dilakukan pada hari selasa tanggal 26 januari 2016
5. Why
(mengapa)
Mengapa
masalah ini terjadi ?
Aksi demo tersebut dilakukan warga
karena perusahan sawit telah merampas lahan adat milik masyarakat. Serta
perkebunan sawit yang didirikan perusahaan tidak sesuai perjanjian yang
disepakati bersama masyarakat. Selama delapan tahun perusahaan kelapa sawit
didirikan hanya merusak tatanan kehidupan masyarakat. Lahan hutan adat yang berada
di Kecamatan Lembah Bawang ditebang dan dijadikan perkebunan kepala sawit milik
perusahaan. Aksi yang dilakukan warga adalah menuntut hak adat yang selama
delapan tahun perusahaan PT Darmex Agro tidak pernah memberikan kesejahteraan
untuk masyarakat. Bahkan perusahaan membuat kekacauan di tengah kehidupan
masyarakat dengan mengkriminalisasikan tujuh warga desa yang ada di Kecamatan
Lembah Bawang, Kabupaten Bengkayang.
6. How
(bagaimana)
Bagaimana
peristiwa ini terjadi ?
Aksi
demo ini terjadi pada hari selasa tanggal 26 januari 2016 didepan kantor bupati
bengkayang dan kantor pengadilan negeri kabupaten bengkayang. Puluhan warga
yang tergabung dalam Forum Perjuangan Rakyat (FPR) menuntut penutupan PT.
Darmex Agro ditutup karena keberadaan perusahaan hanya membuat kekacauan.
Pengambilan
lahan adat, pencaplokan lahan warga oleh perusahaan dan penangkapan 7 warga
lembah bawang karena berbagai tuduhan oleh pihak perusahaan, hal inilah yang
mendasari demo yang dilakukan masyarakat. Selain itu ketidaksesuaian aturan
perusahaan dengan aturan adat juga menjadi pemicu kekacauan ditengah
masyarakat. Selama 8 tahun berdiri warga tidak memperoleh lahan plasma dan
perbaikan jalan serta memberikan lapangan pekerjaan yang dijanjikan perusahaan
tidak kunjung terlaksana.
Pemerintah
daerah juga akan menyikapi masalah antara masyarakat lembah bawang dengan
perusahaan sawit PT Darmex Agro agar tidak timbul masalah yang lebih besar.
Pemerintah
diharapkan memihak pada rakyat dan segera mencari solusi pemecahan masalah ini.
PENGENDALIAN KONFLIK YANG SESUAI
Dari
kasus diatas, solusi yang bisa dilakukan menurut saya adalah dengan cara
arbitrasi. Saya melihat dari tuntutan masyarakat yang ingin perusahaan PT
Darmex Agro segera ditutup. Untuk memutuskan perkara tersebut hanya bisa
dilakukan oleh lembaga pengadilan. Meskipun kebanyakan lembaga pengadilan tidak
selalu benar dalam mengambil setiap keputusan.
Selain
dengan arbitrasi solusi yang saya anggap sesuai adalah dengan keputusan
legislatif lembaga pemerintahan, melihat dari kasus diatas juga pemerintah
menawarkan diri untuk terlibat dalam menyelesaikan konflik lahan adat antara
warga Lembah Bawang dengan PT. Darmex Agro.
Dua
cara diatas menurut saya yang lebih tepat karena jika keputusan yang diberikan
lewat lembaga pengadilan dan keputusan pemerintah posisinya lebih jelas dan
kuat sehingga tidak bisa di ganggu gugat.
Terlepas
dari segala anggapan negatif terhadap lembaga tersebut tapi saya berharap dua
lembaga tersebut bisa melaksanakan tugas dan
fungsinya dalam menyelesaikan perkara yang diamanatkan kepadanya, baik secara
yuridis, sosiologis, psikologis maupun relegius dengan memberikan suatu putusan
yang secara praktis (nyata) bersifat final dan tuntas.
Comments
Post a Comment